#Bahasa
Quotes about bahasa
Bahasa, a term that simply means "language" in Indonesian and Malay, represents more than just a means of communication. It embodies the essence of cultural identity, the bridge between diverse communities, and the vessel of human expression. Language is the thread that weaves together the tapestry of human experience, allowing us to share our thoughts, emotions, and stories across generations. Quotes about bahasa often capture the profound impact language has on our lives, highlighting its power to connect, inspire, and transform. People are drawn to these quotes because they resonate with the universal human experience of seeking understanding and connection. Whether it's the beauty of a well-crafted phrase or the wisdom encapsulated in a few words, quotes about bahasa remind us of the magic inherent in our ability to communicate. They celebrate the diversity of languages around the world while underscoring the shared human desire to be heard and understood. In a world where language can both divide and unite, these quotes serve as a reminder of the potential for harmony and empathy through the simple act of speaking and listening.
Anak-anak di Nusantara, sejauh yang saya amati dan pahami, sering diajarkan bahasa secara tak konsisten. Di rumah maupun di sekolah, bahasa yang digunakan kerap tidak hanya satu. Keadaan ini sendiri sebetulnya tidak apa-apa; sebaliknya sangat bermanfaat bagi anak-anak jika mereka mendengar lebih dari satu bahasa sejak kecil. Hanya saja, penggunaannya harus konsisten.
Sia-sialah pembicaraan yang tidak mengaitkan bahasa Melayu dengan cita-cita besar membina tamadun bangsa dan negara, kerana dari tahap awal pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa Melayu senantiasa menjadi petunjuk dan kayu ukur kemajuan bangsa.
Kalangan bukan Melayu, meskipun ribuan langkah di hadapan dalam bidang ekonomi, umumnya ternyata begitu prihatin terhadap bahasa dan budayanya dan sanggup mati bergalang tanah untuk mempertahankannya. Sebilangan orang Melayu yang baru agak celik dalam bidang ekonomi tiba-tiba menjadi orang yang angkuh dan memandang hina pula akan bahasa dan budayanya.
Bahasa berguris lukaparut sejarah terpokahwalau tidak berdarah,tetap bergerah fana~ Catan Peribadi
Sekarang dia ada suaradengan dapatnya tanda namatanpa fasih bahasa ibunda Negarakerana lidahnya bahasa bumi dari moyang antarsanamenjadi bumiputera kuning juling.
Bahasa pujuk telah matibahasa rayu telah matibahasa rintih juga telah matiyang tinggi kini hanyalah bahasa sepandukdi simpang-siur penuh kemuliaan.
...banyak orang Indonesia tidak bisa bicara singkat padat langsung ke inti perkara. Dalam acara-acara diskusi, lokakarya, dsb. kerap kali penanya dan penanggap memulai komentar mereka dengan berceloteh panjang lebar, "Berhubung waktu yang sempit dan mendesak, maka saya akan langsung saja mengemukakan pendapat saya ini ke inti permasalahan.
Saya pikir Liddle dan ilmuwan asing yang mendalami Indonesia berkutat dengan isi, sementara kaum terpelajar Indonesia bersolek dengan bungkus. Mereka berpikir seluruh, sedangkan kita berpikir separuh. Jadilah kita manusia separuh, hanya berperan sebagai bungkus-bungkus, dan itu sudah dimulai sejak di pikiran, ketika kita berbahasa.
Ketika bahasa bergerak kearah sifatnya yang lebih komunikatif dan bukan sifatnya yang ekspresif, pengalaman yang paling batin tak akan bisa diartikulasikan.